Minggu, 04 November 2012

Cara Menerapkan Konsep Ekologi Ekosistem Dalam Bidang Kehutanan

Hutan merupakan salah satu sumberdaya yang bersifat dapat dipulihkan (renewable atau funding resource). Oleh karena itu pengelolaannya harus berdasarkan pada prinsip-prinsip sustainable (sustainable – based principle) dari semua manfaat yang bisa diperoleh dari hutan sebagai sumberdaya sekaligus sebagai ekosistem. Berhubung di alam ini antara ekosistem yang satu berinteraksi dengan ekosistem yang lain, maka konteks pengelolaan hutan harus berdasarkan pada anggapan bahwa hutan merupakan salah satu bagian integral dari ekosistem yang lebih besar dimana hutan tersebut berada, yaitu suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satu kesatuan bentang darat. Dalam rangka mencapai azas kelestarian (sustainable), laju ekstraksi sumbedaya hutan tidak boleh melebihi laju daya pemulihan dari ekosistem hutan tersebut. Dalam konteks penebangan kayu, besar volume kayu yang ditebang tidak boleh melebihi riap volume tegakan hutan, sedangkan dalam konteks pemanfaatan secara umum, pemanfaatan hutan sebagai ekosistem tidak boleh melebihi daya dukung maksimum dari ekosistem tersebut. Secara ideal, derajat pemanfaatan hutan harus diupayakan pada tingkat daya dukung optimalnya atau paling tinggi berada pada kisaran nilai antara daya dukung optimal dengan daya dukung maksimumnya. Hal ini dimaksudkan agar pemanfaatan hutan tidak menimbulkan derajat gangguan lingkungan yang melebihi daya asimilatif dari ekosistem hutan tersebut.
Hutan dapat menghasilkan berbagai macam barang (kayu dan hasil hutan bukan kayu) dan jasa lingkungan (air, oksigen, keindahan alam, penyerap berbagai polutan, dan lain-lain), sehingga hutan bersifat multimanfaat. Sehubungan dengan ini pengelolaan hutan seyogyanya tidak boleh memaksimumkan perolehan dari satu macam manfaat saja (misal kayu) dengan mengorbankan manfaat-manfaat lainnya, karena berbagai macam manfaat hutan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Hutan dapat secara berkelanjutan memberikan manfaatnya bila proses ekologis internal dalam ekosistem hutan tersebut tidak terganggu atau terganggu tetapi tidak menimbulkan stress ekologis yang bersifat irreversible. Oleh karenanya, ekosistem hutan harus dibuat tahan terhadap gangguan dengan cara mempertahankan keanekaragaman hayati (biodiversity) hutan yang tetap tinggi. Dengan demikian, pengelolaan hutan harus dilakukan secara tepat agar ragam dan derajat pemanfaatan hutan, yang tidak lain adalah berupa “tindakan gangguan” terhadap hutan, harus dilakukan sedemikian rupa agar tidak melampaui daya recovery dari ekosistem hutan yang bersangkutan sebagai respons terhadap gangguan tersebut.
Tantangan untuk pengelolaan kehutanan yang berkelanjutan adalah mendefinisikan atribut ekosistem hutan yang secara ekologis dan sosial sangat penting dan untuk memaksimalkan layanan ekosistem ini dalam menghadapi perubahan. Manajemen berkelanjutan produksi kayu adalah salah satu dari banyak kemungkinan tujuan untuk pengelolaan ekosistem hutan dan memberikan contoh yang baik tentang perlunya ekosistem ekologi dalam manajemen. Beberapa masalah yang ditangani oleh kehutanan yang berkelanjutan. Tingkat pasokan gizi, misalnya, harus mencukupi untuk mendukung pertumbuhan yang cepat namun tidak begitu tinggi bahwa mereka menyebabkan kehilangan unsur hara yang besar. Tingkat di mana berdiri dipanen harus seimbang dengan tingkat mereka dari regenerasi setelah penebangan. Spesies khas alam keanekaragaman hutan harus dijaga.
Ukuran dan susunan yang masuk harus memberikan mosaik lanskap seminatural dengan sumber benih diandalkan dan pola hutan tepi yang memungkinkan penggunaan alami dan bergerak menjadi populasi hewan. Mengatasi masalah ini membutuhkan perhatian dan pengelolaan kontrol interaktif, ada terdapat gangguan , jenis tanaman fungsional, dan sumber daya tanah sangat penting. Di utara barat Amerika Serikat, misalnya, lama pertumbuhan Douglas cemara hutan mencapai usia lebih dari 500 tahun (Wills dan Stuart 1994). Panas dan angin yang menghampiri pohon individu tersebut mengalami gangguan, menciptakan mosaik pohon pada beberapa skala usia yang lama. Gangguan yang masuk sekarang ini yang paling luasnya adalah di wilayah ini. Gangguan yang masuk dari alam berbeda-beda. Rezim dengan mempengaruhi wilayah yang lebih luas, terjadi lebih sering, menghilangkan nitrogen terikat dalam biomassa, dan meningkatkan kemungkinan tanah erosi. Pada beberapa situs, penanaman nitrogen memperbaiki dalam hubungan dengan regenerasi. Douglas cemara dapat mengkompensasi kerugian nitrogen selama penebangan (Binkley et al. 1992) dan bias juga mengurangi erosi. Di sisi lain, pengelolaan ini bisa tidak diinginkan efek dalam situs kaya nitrogen, di mana nitrogen tidak membatasi, dan persaingan dari alder selama suksesi awal bisa mengurangi produktivitas bibit pohon dan berpotensi menyebabkan kerugian nutrisi yang lebih tinggi. Strategi untuk pengelolaan hutan yang merangkul ekologi prinsip-prinsip akan mengenali variabilitas yang melekat dalam ekosistem negara faktor dan kontrol interaktif dan akan memilih praktik manajemen dalam arti luas konteks lingkungan.
Ovington (1974) melaporkan bahwa lebih kurang setengah dari seluruh luas hutan didunia (1.800 juta hektar) terletak dikawasan tropika. Dari seluruh kawasan hutan di daerah tropika kira-kira seperempatnya (400 juta hektar) terletak diwilayah Asia-Pasifik. Hampir seluruh hutan yang terdapat di kawasan Asia-Pasifik adalah hutan alam, artinya, hutan yang tidak ditanam. Oleh karena itu, eksploitasi hutan untuk keperluan perdagangan mula-mula terhalang oleh kesukaran menempuh hutan tropika dan pengetahuan yang masih terbatas mengenai kekayaan hutan tropika. Tetapi setelah pengetahuan serta kebutuhan kayu meningkat, produksi kayu per hektar di kawasan Asia-Pasifik meningkat pula dengan sangat pesatnya. Volume kayu yang ditebang dari kawasan ini semakin hari semakin besar, bahkan sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan masa depan wilayah bekas hutannya. Belum lagi ditambah oleh suatu kenyataan umum, bahwa kalau kita memerlukan wilayah baru untuk pemukiman atau pertanian, wilayah hutan pulalah yang harus menjadi korban. Terlebih-lebih dinegara yang padat penduduknya seperti di negara kita ini, masa depan wilayah hutan itu memang jelas dapat diramalkan. Hutan akan semakin habis, kecuali kalau ada usaha untuk melakukannya. 
Maka dari itu, pelestarian atau pengawetan hutan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.     Memperbaiki klasifikasi lahan hutan melalui klasifikasi ulang beberapa daerah seperti hutan lindung, dengan tujuan untuk menetapkan kawasan lindung yang mewakili semua jenis habitat di Indonesia dan melindungi daerah unik yang kerusakannya relatif rendah, sedemikian rupa sehingga regenerasi alami dapat berlangsung.
2.     Melakukan pengelolaan hutan secara berkelanjutan merupakan proses mengelola lahan hutan permanen untuk mencapai satu atau beberapa tujuan, yang dikaitkan dengan produksi hasil dan jasa hutan secara terus menerus dengan mengurangi dampak lingkungan fisik dan sosial yang tidak diinginkan.Pengelolaan hutan berkelanjutan sebagai bentuk pengelolaan hutan yang memiliki sifat ‘hasil yang lestari’, ditunjukkan oleh terjaminnya keberlangsungan fungsi produksi hutan, fungsi ekologis hutan dan fungsi sosial-ekonomi-budaya hutan bagi masyarakat lokal. 
Keuntungan dari pengelolaan hutan berkelanjutan adalah :
1.     Hasil yang terus mengalir dan berkelanjutan dalam bentuk kayu dan hasil serta hasil hutan lainnya.
2.      Mempertahankan keanekaragaman hayati yang tinggi dalam konteks perencanaan tata guna lahan terpadu yan meliputi jaringan kawasan lindung dan kawasan konservasi.
3.      Mempertahankan ekosistem hutan yang stabil
Reboisasi bertujuan untuk menghutankan kembali kawasan hutan kritis di wilayah daerah aliran sungai (DAS) yang dilaksanakan bersama masyarakat secara partisipatif.Kegiatan utamanya adalah penanaman kawasan hutan dengan tanaman hutan dan tanaman kehidupan yang bermanfaat yang dilaksanakan secara partisipatif oleh masyarakat setempat. Penanaman ini bertujuan untuk meningkatkan tingkat penutupan lahan yang optimal sekaligus memberi manfaat bagi masyarakat setempat sehingga tercipta keharmonisan antara hutan dan masyarakat.  Dengan reboisasi dan penghijauan lahan, laju evapotranspirasi dan air simpanan meningkat. Reboisasi dan penghijuan yang berhasil akan menurunkan aliran air permukaan tetapi sekaligus meningkatkan air simpanan dalam tanah. Namun kenyataan yang ada rebosisasi dan penghijauan seringkali tidak hanya menurunkan aliran air tetapi juga mengurangi air simpanan, karena adanya evapotranspirasi dan intersepsi oleh tajuk hutan. Apabila reboisasi dan penghijauan yang hanya menanam pohon yang tinggi tanpa memperhatikan adanya tumbuhan bawah dan serasah justru akan menaikkan erosi. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penghijauan dan reboisasi sebaiknya memperhatikan pohon yang dipilih mempunyai ujung penetes yang sempit dan ada tumbuhan bawah dan serasah, tumbuhan bawah dapat berupa rumput.

Penetapan lahan kritis ini mengacu pada definisi lahan kritis yang ditetapkan sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atua berkurang fungsinya sampai pada batas toleransi. Sasaran rehabilitasi adalah lahan-lahan kritis di kawasan hutan.  Rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki ,memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal. Baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungannya. Konservasi lahan adalah pengelolaan lahan yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara serta meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Diposting oleh : Rezky Rahmayanti / J1C111043
Diedit oleh AK tangggal 4 November 2012